Jan 30, 2008

Kewajiban Pasrah dan Diam

Selama ini kita melakukan bentuk kepasrahan takkala suatu keinginan yang sedang kita usahakan mengalami kebuntuan total. Dan biasanya hal ini sangat dipengaruhi oleh filosofi umum yang telah beredar melekat di masyarakat yaitu bekerja dan berdoa, jangan hanya pasrah...! pasrah tidak akan merubah hidupmu... Dan biasanya doktrin ini diikuti dengan ayat "allah tidak akan merubah suatu kaum...dst. Sekilas memang benar tetapi sekilas bisa juga membikin orang frustrasi. Sering kita dengar...aku sudah berusaha sedemikian rupa dan berdoa tetapi hasilnya itu-itu juga... entah harus bagaimana lagi...pasrah. ..Akhirnya pasrah tidak lebih dari sekedar bentuk pelarian kegagalan hidup.

Bagaimana sih sebenarnya berpasrah dan berdoa itu ? hal awal yang wajib diketahui adalah kepada siapa kita berpasrah- berserah diri ( Islam ) dan berdoa ? apa sih sebenarnya pasrah dan doa ?..apa benar pasrah dan doa itu sesuatu yang berlainan ?


Kalau kita menyekolahkan anak tentu yang diperlukan adalah di mana tempat belajar tersebut, siapa gurunya,kredibilita s sekolah, kurikulum basis kompetensi yang membuat anak menjadi dirinya sendiri atau kurikulum obsolet yang hanya mencetak robot "cerdas" dan tentu berapa masalah biaya pendidikan. Setelah tahu semua barulah dengan segala persyaratan dan pertimbangan kita masukkan anak ke sekolah tersebut. Lantas setelah itu apa ? ya pasrah dong pada proses pengajaran ...biarkan sistem pendidikan yang membuat anak kita menjadi cerdas, unggul dan mandiri.

Tapi dasar orang tua...terkadang selalu timbul kekhawatiran tentang keadaan anaknya di sekolah. Apakah ia mampu mengikuti pelajaran, nakal nggak ya ? di jahili temannya nggak ? kalau istirahat makan yang higenis apa kotor ? pakai narkoba ? pacaran melulu...uuhh. ..dan seribu pertanyaan dan alasan cerewet untuk membenarkan pikiran liar. Sekilas pikiran ini benar karena sudah di"amien"i sebagian besar orang tua. Sebenarnya pada tingkat tertentu bila pikiran ini dituruti menjadi tindakan akan membuat si anak risih, terbatasi dan frustasi karena banyaknya tuntutan yang dilandasi ketidakpercayaan orang tua. Si orang tua lupa akan pilihannya sendiri. Dengan kata lain ia ingkar, kafir ( tercover ) terhadap sesuatu yang sebenarnya telah ia ketahui yaitu sistem pendidikan dan kredibilitas sekolah.

Gambaran di atas menyerupai betapa sebenarnya kita tiap hari terlibat dengan masalah ini. Dan yang bikin repot karena 'anak dan orang tua' satu adanya yaitu berada dalam diri kita sendiri. Sering kita berdoa,bersyahadat( taraf berikrar ucap dan berpaham,bukan bersaksi), sholat dan lain -lain tetapi sesungguhnya semua itu berangkat dari ketidak percayaan. Ibarat mobil nge gas full..nge rem juga full..jadinya mesin berderum keras tapi nggak jalan. Akhirnya rusak deh..padahal belum sampai tujuan.Dan hebatnya tanpa terasa kita telah menahbiskan diri seolah-olah telah menjadi golongan orang beriman karena telah merasa masuk pada kendaraan yang benar. Atau mungkin kita memang senang dengan kualitas main-main yang penting sisi psikologis terpenuhi. Yang penting sudah masuk mobil..entah perkara nyampai tujuan urusan belakang .Kok kayaknya mending naik mobil-mobilan di timezone aja...tinggal masukkan koin, "jalan" deh...

Kesalahan besar terhadap pemaknaan kata pasrah, adalah pasrah kita identikkan dengan pasif, apatis dan sifat-sifat yang berkonotasi kekalahan. Pasrah yang kita anut sampai saat ini adalah memosisikan diri sebagai subjek keakuan. Padahal dari sudut terminologi kekhalifahan kita ini adalah objek. Dengan kata lain kita dalah objek yang dipasrahi oleh subjek ( Allah )untuk mengatur bumi dan menggunakannya. Dengan demikian kita akan tahu posisi diri sendiri.

Contoh secara singkatnya-dalam bahasa saya-Allah berkata melalui berbagai ayat tersirat dan tersurat...Dod. .kamu Aku utus di dunia ini sebagai pelengkap yang lain...tugasmu meneruskan Nabi Daud As sebagai musisi untuk menunjukkan betapa Aku suka keindahan dan dengan keindahan-keindahan itulah hamba-hambaKu akan lebih kangen terhadapKu.. .maka sikap saya ketika "dipasrahi" tugas ini adalah berlatih bermain musik dengan baik, sekolah musik, mencari literatur-literatur yang mendukung peningkatan kualitas musik, ber jam session, membuat karya syair-syair terbaik, membuat komposisi, dan sebagainya agar pada akhirnya tugas kekhalifahan ini tersampaikan.

Dengan pemaknaan pasrah seperti ini kita akan menjadi sosok manusia yang berkualitas dan professional karena kita telah bersyahadat terhadap pohon kejadian hidup kita sendiri. Secara otomatis gerak pasrah akan dilandasi sikap semangat hidup dan etos kerja yang tinggi. Kita tidak akan berani main-main dengan tugas yang telah dipasrahkan karena kita telah tahu siapa yang memberi tugas ini.

Demikian juga dengan kata doa yang seringkali kita artikan dengan meminta. Padahal doa adalah sebuah prinsip menggatungkan hidup hanya pada Allah...bersandar sepenuhnya ... memasrahkan ... menyerahkan. Tetapi yang sering terjadi ya..itu tadi...gas full..rem full...Kita berdoa dengan mulut mengucapkan segala permintaan kepada Allah tetapi hati dan otak kafir, mengingkari kemampuan, kecerdasan, kredibilitas dan kebesaranNya. Hati dan otak kita lebih tertambat pada kredibilitas atasan, relasi-relasi, jaringan-jaringan dan bendera-bendera. Sehingga ketika yang diharapkan datang, mata kita akan buram karena tidak tahu sebenarnya itu sebuah berkah dari doa atau hanya istidraj ( siksa yang terbungkus nikmat ).

Lantas bagaimana cara mendapatkan bentuk pasrah sesungguhnya agar mengetahui tugas masing-masing inidu ? jawabannya ya...wukuf di Padang Arafah...wah. .berarti cuman orang kaya doang yang bisa ginian...tidak! yang dimaksud wukuf di Padang Arafah adalah berdiam ( wukuf ) di Padang penyaksian ( arafah ). wukuf memang hanya diam, nggak ngapain-ngapain. Apa semudah itu ? mungkin sekilas kita bisa diam seperti anak TK yang di iming-imingi bu guru..hayo.. .siapa yang bisa diam paling lama boleh pulang duluan..( padahal logikanya yang pulang duluan adalah anak yang paling singkat diamnya, sebab dia lari beranjak pulang sedangkan yang lain masih diam di tempat ). Itulah otoritas bu guru.

Diam tidak hanya sebatas wadag badan, tetapi hati dan pikiran juga...tentu dalam Islam metode utama untuk ini adalah sholat. Dalam diam pada suatu fase akan terjadi yang namanya sami'na wa atha'na. kita akan dipahamkan dengan kejadian diri sendiri, positioning diri. Diam ibarat mengendapkan air keruh kehidupan yang bergejolak agar secara perlahan segala kekayaan lautan kehidupan yang berada di dasar samudra mulai tampak. Dan kekayaan itulah yang dipasrahkan kepada kita untuk di tebarkan keseluruh bumi dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian kita akan menjumpai ayat... bertebaranlah kamu dimuka bumi usai mengerjakan sholat... Dengan demikian kita akan benar-benar punya bahan yang akan ditebarkan sebagai rahnmat.Dengan diam kita tidak salah ambil terhadap kebutuhan yang cocok dengan kondisi diri kita.Karena diam adalah permata ilmu.

apa yang terjadi bila kita mengambil kekayaan lautan itu tanpa diam mengendapkan hati dan pikiran ? tentu persis seperti pasien salah ambil obat di kotak P3K walaupun si pasien ngotot mengklaim ini adalah obat yang diberikan dokter secara sah.

Suatu misal, saya dilahirkan dengan tubuh kecil, mudah berperasaan, dan suka estetika. Ini adalah pohon kejadian saya. tetapi seiring perjalanan waktu saya dilupakan oleh realitas ini. Karena kondisi sosial tiba-tiba saya ingin tampil bak pahlawan dengan image gagah dan tegas membara. Dengan wacana yang masuk di kepala, saya mulai lupa bahwa saya seorang yang kurus kecil, berestetika dan suka kedamaian. wacana-wacana itu seakan-akan membuat saya bangkit membuat sebuah revolusi. kemudian dalam kelupaan jati diri, saya berikrar dan berjuang disertai dengan keyakinan doktrin yang masuk di kepala dengan selalu mengimajinasikan diri bahwa saya adalah pahlawan pembela kebenaran bak superman.

Tetapi selanjutnya apa yang akan terjadi? Dapat ditebak bahwa dalam realitas medan laga selalu kalah karena musuh saya berbadan besar, gesit dan masif. Dan kalaulah selalu dipaksakan pengimajinasian citra diri ini walaupun kenyataannya selalu kalah, maka lambat laun saya hanya bisa menjadi seorang pecundang yang selalu mencari pembenaran tentang kegagalan ini. Hari-hari selalu menjadi katak dalam tempurung, narcis dan buta mata terhadap realitas.

Sebenarnya kekalahan saya adalah tidak mampu memosisikan diri sendiri. Walaupun dalam imajinasi saya adalah orang yang berjalan diatas rel kebenaran tetapi realitas batin selalu tersiksa, mudah curiga dan tiba-siba sering susah bernafas. kata nabi tidak mampu menjalani perang besar melawan hawa nafsu.

Seandainya saya mengendapkan hati dan fikiran dengan benar maka pohon kejadian ini akan mulai tampak lagi dan kemudian dengan dengan sendirinya ia akan mencari pasangannya yang berada di dasar samudra nan bening.

Mungkin sesuai dengan kondisi "gawan bayi" saya akan mengambil tugas sebagai seniman, tehnolog, atau pekerja kemanusiaan dan tidak sekali-kali berniat menjadi petinju kelas berat atau masuk TNI. Dan pada akhirnya perjuangan saya lebih efektif, non destruktif, lapang dada, enjoy dan lebih dapat dinikmati masyarakat luas.

Jadi sekarang tinggal berpasrah dan berdiam diri dengan pemahaman yang sama sekali baru. Bisa lima waktu sehari atau bahkan 24 jam on terus. Masalahnya kita ini berpasarah dan berwukuf di Padang Arafah ditujukan kepada siapa ? kepada sebatas pemahaman... gambaran- gambaran. ..nama-nama. ..atau Zat pemilik nama itu sendiri...?

Wallahualam.
Wassalam

Source :

From: DODY ISKANDAR dinata Wed Nov 22, 2006 11:47 pm
Subject: KEWAJIBAN PASRAH DAN DIAM

2 comments:

Anonymous said...

bener nih mas, seniman dan teknolog selalu berjuang dengan cara non-destruktif? :)
salam kenal saja!

Anonymous said...

salam kenal juga...tulisannya bugus sekali
tapi mas Haryo,gimana caranya mendiamkan hati dan pikiran itu mas. saya kok susah banget
saya tunggu tulisan lanjutannya

wsm wrm wbr
larno@ppm-manajemen.ac.id